Wednesday 7 June 2017

Konservasi Arsitektur



BAB III
KAWASAN EKSISTING MUSEUM FATAHILLAH


3.1. Kondisi Eksisting Kawasan Kota Tua
Taman Fatahillah merupakan pusat kota Batavia pada masa kolonial. Terdapat berbagai fungsi bangunan didalamnya yang merupakan penunjang utama kegiatan pemerintahan pada masa itu. Saat ini Fungsi dari bangunan-bangunan sudah mengalami perubahan fungsi (adaptive re-use) dengan mengadaptasi kebutuhan ruang pada saat ini.

Kawasan Fatahillah berubah menjadi sebuah sarana rekreasi bagi banyak orang. Bangunan-bangunan tua terus mengalami perbaikan dari sisi fisik, untuk diangkat kembali kevitalannya guna menjadi sarana rekreasi kota lama di pusat Ibukota Jakarta. Segala sisi terus mengalami perbaikan, baik dari area plaza yang dihias dengan lampu-lampu jalan agar dapat juga difungsikan pada malam hari, perbaikan perkerasan, perbaikan dan perawatan fisik bangunan, dan peningkatan fasilitas penunjang kegiatan didalamya.

Kondisi sekitar museum fatahillah sudah di jaga dengan ketat dengan pengawasan yang lebih baik dan disekitarnya terdapat beberapa peninggalan yang harus di jaga yaitu :






a. Café Batavia


Café Batavia Kota Tua Jakarta

Bangunan gedung Café Batavia didirikan antara tahun 1805 & 1850, pernah berfungsi sebagai tempat tinggal, gudang, kantor, art gallery dan akhirnya menjadi café hingga sekarang. Café Batavia Masuk kedalam Bangunan Cagar Budaya golongan C, dimana dapat dilakukan program revitalisasi maupun adaptasi dan namun arsitektur bangunan tetap dipertahankan.
Pada 1993, bangunan ini dibeli oleh seorang warganegara Australia bernama Graham James, yang saat ini menetap di Pulau Bali. Hampir yang terdapat di Cafe Batavia masih menggunakan perlengkapan peninggalan pemiliknya dimasa silam




b. Dasaad Musin


Dasaad Musin Kota Tua Jakarta

Gedung Dasaad Musin dibangun pada tahun 1857. Gedung yang berlokasi di jalan kunir kawasan Fatahillah ini dulunya adalah kantor miliki Agus Dasaad Musin, konglomerat pada jaman itu. Beliau memiliki usaha dibidang perkapalan. Usahanya ditutup saat era Orde Baru berkuasa. Kondisi gedung ini sudah banyak yang mengalami kerusakan diantaranya atap yang roboh dan dinding yang keropos.




d. Kantor Jasindo


Kantor Jasindo Kota Tua Jakarta

Gedung Jasindo ini terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2 Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta.Gedung Jasindo adalah bangunan bekas gedung NV West-Java Handel-Maatschappij (WEVA) atau Kantoorgeouwen West-Java Handel-Maatschappij, yang dibangun pada tahun 1912. Desain bangunan ini dilakukan oleh NV Architecten-Ingenieursbureau Hulswit en Fermont te Weltevreden en Ed. Cupers te Amsterdam.









e. Kantor POS


Kantor POS Kota Tua Jakarta

Gedung tua yang terletak di JI. Pos No.2, Jakarta Pusat, dibangun sekitar pertengahan abad ke-19. Peruntukkannya sebagai Kantor Pos dan dikenal dengan sebutan gedung PTT (Pos Telegraf dan Telepon). Gedung ini mengalami beberapa kali perubahan nama. Awalnya bernama “Gedung PTT Pasar Baru”, mulai dikenal sejak zaman penjajahan sampai sekitar tahun 1940-an. Pada masa revolusi fisik berubah menjadi “Kantor Pos dan Telegraf Pasar Baru”, berganti lagi menjadi “Kantor Pos Kawat Pasar Baru”, Sejak tahun 1963 menjadi “Gedung Pos Ibukota” disingkat GPI atau disebut juga “Kantor Pos Ibukota Jakarta Raya”.

Bangunan ini dirancang oleh Ir. R. Baumgartner yang bekerja sebagai arsitek pada Bouw Kundig Bureau pada departemen Van BOW. Secara fisik bentuk bangunan gedung Kantor Pos dan Giro Pasar Baru menunjukkan arsitektur Belanda dengan relung serta kaca-kaca berkembang yang menghiasi bagian depan gedung, bentuknya serupa dengan bangunan stasiun Kereta Api Jakarta Kota



3.2. Langgam Arsitektur Museum Fatahillah

Langgam arsitektur museum Fatahillah bergaya arsitektur Neo-Klasik dengan cat berwarna kuning tanah, kusen pintu dan jendela yang terbuat dari kayu jati berwarna hijau tua, selain itu pada bagian atap terdapatpenunjuk arah mata angin yang mencirikan bangunan-bangunan era kolonial.

Jenis ornament yang ada pada bangunan merupakan gaya klasik Kolonial Belanda yang sesuai dengan zamannya dimasa itu.Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi dengan bentuk persegi panjang. Pekarangan terdiri dari susunan konblok yang berfungsi sebagai plaza berkumpul. Sebelumnya Plaza Fatahillah memiliki cukup banyak vegetasi pepohonan rindang namun saat ini plaza Fatahillah terasa begitu gersang dan panas dengan minimnya penghijauan.
Pilar-pilar tinggi menghiasi dan menandakan letak pintu masuk pada museum Fatahillah, yang mana menjadi gerbang utama untuk masuk kedalam museum. Pilar berwarna putih dan bergaya arsitektur colonial

a. Fasade Bangunan


Fasade Museum Fatahillah
Secara sepintas, Arsitektur museum ini bergaya abad ke-17 bergaya Neo-Klasik dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua, selain itu bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin yang mempertegas sisi solid dari bangunan ini.

b. Lantai


Lantai Kayu Jati Museum Fatahillah

Seluruh lantai bangunan gedung Museum Fatahillah menggunakan lantai kayu. Lantai seperti ini terdapat pada ruang-ruang (kamar-kamar) bangunan sisi luar. Lantai ubin secara umum masih baik, namun masih terdapat lantai ubin hilang, rusak, lepas dan rusak akibat vandalisme. Selain itu dijumpai kerusakan mekanis seperti retak dan pecah.






c. Jendela Pintu


Jendela Dan Pintu Museum Fatahillah

Jendela dan Pintu terbuat dari kayu jati yang dicat berwarna hijau. Warnanya cukup kontras dengan warna bangunan yang berwarna putih. Beberapa kali dilakukan pemugaran karena terjadinya pelapukan kayu pada jendela dan pintu bangunan.

d. Atap Bangunan

Atap Bangunan Museum Fatahillah
Atap bangunan memiliki bentukan atap tropis, yang mana mengadaptasi dari iklim Indonesia yang beriklim tropis. Atap memiliki tritisan yang cukup lebar untuk merespon Iklim dan memberikan gaya baru pada bangunan kolonial.

e. Dinding Dan Kolom

Dinding Dan Kolom Museum Fatahillah

Kolom yang ditampilkan dalam bangunan ini sangat kokoh dengan tiang-tiang tinggi yang berada disamping sepanjang bangunan tersebut dengan warna hitam serta cat dinding dengan warna putih.

f. Plafond

Plafond Gedung Museum Fatahillah
Plafon Lantai 1 merupakan bagian dari lantai 2 dan plafond ini menggunakan bahan kayu. Pada plafond ini mengalami kerusakan cukup parah yaitu banyak terdapat kayu yang rapuh akibat dimakan binatang rayap.

3.3. Koleksi-Kolesi Barang Di Museum Fatahillah
Objek-objek yang dapat ditemui di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta dan replika peninggalan masa-masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19, yang merupakan perpaduan dari gaya Eropa, Republik Rakyat Cina, dan Indonesia. Juga ada keramik, gerabah, dan batu prasasti. Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin.

Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan-kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan kini juga diletakkan patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani), merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis. Selain itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda.

Sumber:
http://jerichofidwello.blogspot.co.id/2014/07/bab-i-pendahuluan-1.html
http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/2011/06/sejarah-dan-koleksi-koleksi-museum.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Fatahillah
http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/06/menguak-sisi-gelap-museum-fatahillah

No comments:

Post a Comment