Disusun
Oleh :
MUHAMMAD
FARHAN SYAKUR
25313914
3TB06
Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan
Jurusan
Arsitektur
Universitas
Gunadarma
2015
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur selamanya kita panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena berkat taofik dan hidayah-Nya kita masih dapat
beraktivitas seperti biasa.
Alhamdulilah saya dapat menyelesaikan penulisan
ilmiah ini yang bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
softskill, Hukum dan Pranata Pembangunan.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu pembuatan penulisan ilmiah ini sehingga saya dapat
menyelesaikan tepat waktunya.
Saya menyadari bahwa penulisan ilmiah ini sangat
jauh dari sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi perbaikan penyusun penulisan ilmiah ini.
Akhirnya semoga penulisan ilmiah ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuna untuk
kita semua. Aamiin
Cibinong, 15 Oktober 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Peraturan Daerah adalah
Peraturan Perundang – Undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah (Gubernur atau bupati / walikota). Materi muatan
Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta
penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang – undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Daerah Kabupaten / Kota, yang berlaku di kabupaten / kota tersebut.
Perda Kabupaten / Kota dengan persetujuan bersama Bupati / Walikota. Perda
Kabupaten / kota tidak subordinat terhadap Perd Provinsi.
Kota Depok adalah Kota
yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Masih banyak warga Depok yang masih
bercocok tanam. Namun belakangan ini, warga Depok yang masih bercocok tanam
mengalami kesulitan sehubungan dengan keterbatasan lahan. Oleh karena masalah
tersebut, saya akan membahas serta mengangkat masalah tersebut sebagai bahan
penulisan ilmiah ini.
1.2
Perumusan Masalah
-
Jenis tumbuhan apa yang ditanam oleh warga Depok yang masih
bercocok tanam?
-
Berapa luas lahan pertanian yang berada di kota Depok sekarang?
-
Mengapa para petani mengeluh keterbatasan lahan untuk bercocok
tanam?
-
Bagaimana harapan para petani terhadap pemerintah kota Depok untuk
masalah ini?
BAB 2
ISI
Menurut peraturan presiden Republik Indonesia no.54
tahun 2008 tentang penataan ruang kawasan Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi
Puncak Cianjur, seharusnya
lahan pertanian tetap dipertahankan, karena lahan basah tidak boleh
dialihfungsikan. Namun kenyataan di lapangan berbeda dengan kebijakan
Pemerintah Kota Depok. Tidak sedikit petani Kota Depok yang masih bercocok
tanam mengeluhkan terbatasnya lahan untuk bercocok tanam Karena sudah dibangun
apartemen, hotel, shopping center, dan lain-lain yang bersifat komersial.
Seperti yang saya kutip dari wacana
Kepala Dinas Peternakan, Pertanian, Perikanan Kota Depok, Widyati Wirantini,
yang mengatakan berkurangnya jumlah lahan pertanian salah satu penyebabnya
adalah banyaknya pembangunan perumahan.
"Pembangunan perumahan menjadi salah satu penyebab
berkurangnya lahan pertanian," katanya, di Depok, Minggu.
Menurut
dia, setiap tahunnya luas lahan pertanian di Kota Depok berkurang antara 3-4
persen dari luasnya yang mencapai 932 hektar, dan sebanyak 357 hektar masih
dalam keadaan sawah irigasi yang masih produktif. Dikatakannya, pengurangan
lahan pertanian tersebut sudah termasuk lahan peternakan, perikanan, dan
lainnya.
Padahal luas lahan pertanian di kota Depok
dapat menghasilkan 2.763,20 ton padi dalam sekali panen. Pembangunan permukiman
belum sepesat sekarang, hampir sebagian besar Depok, seluas 200,29 kilometer
persegi, merupakan lahan pertanian, khususnya sawah, yang didominasi sawah
tadah hujan. Tumbuhan yang mendominasi adalah Belimbing Raja yang
menjadi lambing Kota Depok.
Luas kawasan terbangun sampai dengan tahun 2010
diproyeksikan mencapai 10.720,59 ha (53,28%) atau meningkat 3,63 % dari data
tahun 2005. Sementara luas ruang terbuka
(hijau) pada tahun 2010 diproyeksikan seluas 9.399,41 ha (46,72%) atau menyusut
3,63 % dari tahun 2005.
Diprediksikan pada tahun 2010, dari 53,28% total
luas kawasan terbangun, hampir 45,49% akan tertutup oleh perumahan dan
perkampungan. Jasa dan perdagangan akan menutupi 2,96% total luas kota,
industri 2,08% total luas kota, pendidikan tinggi 1,49% total luas kota, dan
kawasan khusus 1,27% total luas kota.
Meningkatnya jumlah tutupan permukaan tanah tersebut, ditambah dengan berubahnya fungsi
saluran irigasi menjadi saluran drainase, diprediksikan akan menyebabkan
terjadinya genangan dan banjir di beberapa kawasan, yang berdampak terhadap
penurunan kondisi Kota Depok.
Diperkirakan pembangunan pertanian tanaman pangan di
Kota Depok di masa yang akan datang akan menghadapi suatu kondisi, dimana lahan
sawah yang semakin menyempit. Pada tahun 2010 diperkirakan lahan sawah akan
mengecil bila dibandingkan kondisi
sekarang. Penyempitan yang paling parah terjadi pada lahan sawah tadah hujan,
disusul sawah irigasi sederhana PU.
Solusi Yang Diambil Oleh Pemerintah
Seiring dengan semakin berkurangnya lahan
pertanian di wilayah Depok, Pemerintah Kota Depok menggelar Focus Group
Discussion (FGD) Kebijakan Penyusunan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) Sebagai Upaya Pemenuhan Bahan Pangan Lokal yang dilaksanakan di Wisma
Hijau Mekarsari,hari ini Rabu (11/09/2013). Kegiatan yang diprakarsai oleh
Bagian Ekonomi Setda Kota Depok ini ini dihadiri oleh Budi Irianta ME dari Kementerian
Pertanian, Ir. Abdul Haris Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan),
Wijayanto Plt. Kepala Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim), beberapa OPD
terkait, Camat, Lurah, dan perwakilan masyarakat.
Melalui acara ini Bagian Ekonomi ingin mencari
masukan dari masyarakat dan OPD untuk mempertahankan pola ruang pertanian,
mengenai lahan, dan menyusun Ruang Terbuka Hijau (RTH) ke depannya.
Jumali, salah satu Plt Kasubag di Bagian
Ekonomi Setda Kota Depok mengatakan komoditas pangan untuk Depok berasal dari
luar. “Banyak konversi lahan sawah menjadi perumahan, sehingga kebutuhan pangan
lokal tidak cukup. Sebanyak 94 persen bahan pangan yang didapat berasal dari
luar Depok,” jelasnya.
Dalam menjalankan LP2B, syarat utamanya adalah
adanya hamparan dan lahan basah. Dengan begitu pertanian di wilayah Depok akan
mulai berkembang.
Wijayanto menambahkan, pihaknya akan
berkoordinasi dengan pihak terkait dalam menjalankan LP2B. “Distankan akan
berkoordinasi dengan Distarkim dalam proses LP2B untuk pemanfaatan serta
pemeliharaan lahan yang ada di Kota Depok. Pihak yang mengatur mengenai lahan
yaitu Distarkim, sedangkan pemanfaatannya akan diatur oleh Distankan,” ujar
Wijayanto.
Demi berlangsungnya perencanaan ini,
masyarakat berharap agar pemerintah daerah dan pusat turut serta membantu dan
memelihara lahan yang ada di Depok. Selain itu, mereka juga berharap agar pihak
swasta dapat turut serta di dalamnya.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Depok yang selanjutnya disingkat RTRW Kota Depok adalah strategi
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota yang disahkan oleh DPRD Kota Depok
melalui Peraturan Daerah. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat berbagai masalah
yang berdampak adanya keluhan dari para petani di Depok.
Pada dasarnya setiap
yang dilakukan pemerintah terhadap PERDA, haruslah ada sosialisasi terlebih
dahulu kepada masyarakat, karna bagaimanapun Negara Indonesia adalah Negara
Demokrasi, dimana kekuasaan berada ditangan rakyat.
Hal itu juga disampaikan
dalam Konsideran yang menyatakan dengan jelas bahwa Perencanaan Tata Ruang
Wilayah harus melibatkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang, Hal ini
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata
Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang, Pasal (2) menyatakan bahwa masyarakat
berperan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang sesuai dengan hak dan kewajiban yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan.
3.2 Daftar Pustaka
http://www.depok.go.id/11/09/2013/pertanian-kota-depok/distankan-gulirkan-kebijakan-lahan-pertanian-pangan-berkelanjutan
http://metro.tempo.co/read/news/2015/05/25/214669040/jadi-ikon-kota-depok-tak-peduli-nasib-belimbing
No comments:
Post a Comment