Wednesday, 29 October 2014



Nama: M. Farhan Syakur
NPM: 25313914
Kelas: 2TB06

Kawasan atau Bangunan Binaan Ekologis




 Pemanasan global yang terjadi memberikan dampak yang besar terhadap lingkungan. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya suhu udara rata-rata di permukaan bumi. Meningkatnya efek rumah kaca menyebabkan permukaan bumi semakin panas mencapai 60oF(35oC) sehingga berdampak buruk bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satu upaya penting untuk menurunkan suhu bumi akibat negatif rumah kaca melalui pengurangan pelepasan gas karbondioksida ke udara. Oleh karena itu, perlu adanya konsep penanganan masalah ini secara berkelanjutan yang bermanfaat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
Arsitektur menjadi salah satu bidang ilmu yang dijustifikasi ikut memberi andil bagi kerusakan lingkungan. Konsep sustainable architecture menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki kerusakan lingkungan.
Sustainable architecture ditandai dengan upaya menggali kembali nilai-nilai kearifan lokal. Arsitektur Nusantara di masa lalu menunjukkan kesetimbangan-keselarasannya dengan lingkungan alam. Arsitektur yang demikian dapat hidup bersama-sama, bahkan bersinergi dengan lingkungannya.

DASAR-DASAR EKO-ARSITEKTUR
Dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar pemikiran yang perlu diketahui, antara lain :
1. Holistik
Dasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai satu kesatuan yang lebih penting dari pada sekedar kumpulan bagian.
2. Memanfaatkan pengalaman manusia
Hal ini merupakan tradisi dalam membangun dan merupakan pengalaman lingkungan alam terhadap manusia.
3. Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis.
4. Kerja sama antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak.


Dengan mengetahui dasar-dasar eko-arsitektur di atas jelas sekali bahwa dalam perencanaan maupun pelaksanaan, eko-arsitektur tidak dapat disamakan dengan arsitektur masa kini.
pola perencanaan eko-arsitektur yang berorientasi pada alam secara holistik adalah sebagai berikut :
a. Penyesuaian pada lingkungan alam setempat.
b. Menghemat energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit penggunaan energi.
a. Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara).
b. Memelihara dan memperbaiki peredaran alam dengan penggunaan material yang masih dapat digunakan di masa depan.
c. Mengurangi ketergantungan pada pusat sistem energi (listrik, air) dan limbah (air limbah, sampah).
Apa bila ekologi tidak diterapkan dalam dunia artsitektur
Salah satu aspek penting dalam disain arsitektur yang semakin hari semakin dirasakan penting adalah penataan energi dalam bangunan. Krisis sumber energi tak terbaharui mendorong arsitek untuk semakin peduli akan energi dengan cara beralih ke sumber energi terbaharui dalam merancang bangunan yang hemat energi. Konsep penekanan desain ekologi arsitektur didasari dengan maraknya issue global warming. Diharapkan dengan konsep perancangan yang berdasar pada keseimbangan alam ini, dapat mengurangi pemanasan global sehingga suhu bumi tetap terjaga. Kebanyakan arsitek hanya mementingkan desain pada bangunan itu sendiri dan tidak melihat disekeliling dampak pada lingkungan tersebut.
Apabila tidak diterapkan ekologi dalam arsitektur maka akan terjadi :
– Apabila bangunan terbuat dari kaca akan terjadi pemanasan global dan seharusnya di di perbanyak vegetasi pada bangunan dan lingkungan tersebut
– Apabila bangunan tersebut termasuk penghambat arah lajur perairan maka akan menghambat air-air bekas hujan sehingga mengakibatkan banjir.
Pengaruh buruk dari pekerjaan arsitek yang tidak memperdulikan lingkunagan







ambrolnya jalan RE martadinata tersebut merupakan contoh dari ketidak pedulian arsitek terhadap lingkungan sekitarnya, daerah yang seharusnya menjadi tempat hijau (tempat penanaman pohon bakau) dijadikan jalan raya.

Banjir kota Jakarta
Banjirnya kota jakarta merupakan akibat dari sitem pembangunan-pembangunan di jakarta yang tidak memikirkan lingkungan, hal tersebut marupakan akibat dari lingkungan yang seharunya merupakan daerah hijau di jadikan menjadi gedung-gedung dan pemakaian plester penuh pada stiap permukaan tanah di kota jakarta sehingga tidak adanya tempat lagi untuk resapan air.
ARSITEKTUR SADAR LINGKUNGAN

Salah satu kehidupan dasar manusia adalah papan (rumah) disamping sandang danpangan. Pemuasan kebutuhan dasar di bidang arsitektur sebaiknta dilaksanakan dengan pembangunan yang sehat dan ekologis,
menurut Rudolf Doernach merupakan ‘bangunan hidup’ dan bukan dengan pembangunan teknis saja yang menantang kehidupan yang
menurut Rudolf Doernach adalah ‘bangunan mati’.
Atas dasar pengetahuan dasar –dasar ekologi, maka perhatian pada arsitektur sebagai
ilmu teknik dialihkan kepada arsitektur kemanusiaan yang memperhitungkan juga
keselarasan dengan alam.


1.      Konsep Ekologis dalam Arsitektur
Konsep ekologis merupakan konsep penataan lingkungan dengan memanfaatkan potensi atau sumberdaya alam dan penggunaan teknologi berdasarkan manajemen etis yang ramah lingkungan. Pola perencanaan dan perancangan Arsitektur Ekologis (Eko-Arsitektur) adalah sebagai berikut:
1. Elemen-elemen arsitektur mampu seoptimal mungkin memberikan perlindungan terhadap sinar panas, angin dan hujan.
2. Intensitas energi yang terkandung dalam material yang digunakan saat pembangunan harus seminimal mungkin, dengan cara-cara :
a. Perhatian pada iklim setempat.
b. Substitusi, minimalisasi dan optimasi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui.
c. Penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan dan menghemat energi.
d. Pembentukan siklus yang utuh antara penyediaan dan pembuangan bahan bangunan, energi, atau limbah dihindari sejauh mungkin.
e. Penggunaan teknologi tepat guna yang manusiawi.
Menurut Yeang (2006), pendekatan ekologi dalam arsitektur didefinisikan dengan Ecological design is bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design. Dengan demikian terdapat integrasi antara kondisi ekologi lokal, iklim mikro dan makro, kondisi tapak, program bangunan atau kawasan, konsep, dan sistem yang tanggap terhadap iklim, serta penggunaan energi yang rendah. Integrasi dapat dilakukan pada tiga tingkatan:
1. Integrasi fisik dan karakter fisik ekologi setempat (tanah, topografi, air tanah, vegetasi, iklim, dsb).
2. Integrasi sistem-sistem dengan proses alam (cara penggunaan air, pengolahan dan pembuangan limbah cair, sistem pembuangan dari bangunan, pelepasan panas dari bangunan, dsb.)
3. Integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan
Eko-arsitektur mengandung juga dimensi waktu, alam, sosio kultural, ruang dan teknik bangunan. Eko-arsitektur bersifat kompleks, mengandung bagian-bagian arsitektur biologis (kemanusiaan dan kesehatan), serta biologi pembangunan. Oleh sebab itu eko-arsitektur bersifat holistik dan mengandung semua bidang.
Arsitektur nusantara merupakan arsitektur yang hidup dalam kebersamaan dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya, serta dilandasi oleh prinsip keTuhanan; bukan arsitektur yang bersifat individual.
2.      Unsur Arsitektural
unsur utama arsitektur selalu dikaitkan dengan aspek fungsi, estetika, dan struktur. Ditinjau dari prinsip-prinsip desain ekologis, maka beberapa indikator penting bagi konsep ekologis meliputi unsur-unsur:
1. Aspek struktur dan konstruksi
2. Aspek bahan bangunan
3. Aspek sumber-sumber energi dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
4. Aspek manajemen limbah (utilitas).
5. Aspek ruang, meliputi zonasi, tata ruang, dan fungsinya.
3.      Perwujudan Konsep Eko-Arsitektur
Salah satu perwujudan konsep eko-arsitektural adalah dengan diadakannya Ruang Terbuka Hijau (RTH).


Pada dasarnya Ruang Terbuka dapat digunakan secara umum dan secara privat, yaitu pada lingkup masyarakat umum maupun pada ruang lingkup suatu bangunan baik di dalam bangunan (internal void ) maupun di luar bangunan (external void.).
Ruang terbuka pada umumnya merupakan ruang yang terdapat di luar massa bangunan ataupun di tengah-tengah bangunan secara terbuka, yang dapat dimanfaatkan oleh orang banyak dan memberi kesempatan para pengguna untuk melakukan berbagai macam kegiatan (multifungsi), seperti bersantai, berolahraga, berkumpul, mengadakan perlombaan, berekreasi, upacara, dsb.
Selain dimanfaatkan sebagai tempat untuk kegiatan manusia, Ruang Terbuka dapat digunakan untuk mengindahkan suatu lingkungan maupun meletarikan lingkungan, yaitu dengan cara memanfaatkan ruang terbuka tersebut untuk penghijauan, maupun dengan kombinasi pemanfaatan ruang terbuka untuk sarana sosial dan penghijauan.
Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya. Ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai genangan retensi.
Secara fisik Ruang Terbuka Hijau dapat dibedakan menjadi Ruang Terbuka Hijau alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun Ruang Terbuka Hijau non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga.
Ruang Terbuka Hijau memiliki fungsi ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Dari segi ekologis Ruang Terbuka Hijau dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan temperatur kota. Bentuk-bentuk Ruang Terbuka Hijau perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, sempadan sungai dll. Secara sosial-budaya keberadaan Ruang Terbuka Hijau dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi. Bentuk Ruang Terbuka Hijau yang berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, dsb.
Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan jalan kota. Sementara itu RTH juga dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan. Ruang di dalam dan di sekitar bangunan adalah dasar penilaian suatu , seperti halnya ruang terbuka dalam arsitektur bangunan.


SUMBER

No comments:

Post a Comment